Dear HR, You Are Not A Lone Wolf!

An HR is not a lone-wolf survivalist

Lone Wolf Starves to death

(Serigala yang sendirian akan mati kelaparan)

Seorang peneliti bernama Enn Vilbaste menyampaikan bahwa serigala yang bergerombol akan bisa berburu dan mendapatkan mangsa yang jauh lebih besar. Serigala yang sendiri hanya mendapatkan mangsa yang kecil dan lama lama kelaparan dan mati. Serigala yang sendiri kadang-kadang juga tidak berani lagi mencari mangsa yang buas. Mereka seringkali harus pergi ke rumah manusia dan berusaha mendapatkan binatang ternak seperti ayam dan bebek. Akibatnya pada saat manusia memergoki mereka, serigala akan lebih lemah dibandingkan manusia manusia satu kampung. Dan besar kemungkinan serigala akan tertangkap dan mati.

Intinya pada saat bergerombol serigala akan mempunyai performance yang jauh lebih tinggi daripada kalau dia sendirian.

An HR is not a lone-wolf survivalist ketika berhadapan dengan kasus-kasus hukum ketenagakerjaan

No HR is necessarily a Lone-Wolf Survivalist

Dan ternyata itu tidak hanya berlaku bagi serigala. Dalam situasi dan tantangan bisnis yang kompleks yang dihadapi oleh seorang profesional HR sekarang ini, there is no way in hell we could do all of the task by ourselves. No matter how good you are. Anda memerlukan team untuk mencapai performance yang maksimum. Dan ini berlaku bagi leader dan anak buahnya.

Mendengar kisah tentang serigala yang sendirian dan kesepian ini, Saya teringat kembali curhat teman saya, seorang profesional HR pada suatu perusahaan manufaktur di bilangan Jabodetabek. Ada bagian yang terluput dari kisah Andi saat itu.

Andi mengaku bahwa ternyata perusahan meng-hire dia setelah orang yang sebelumnya pada posisi tersebut digantikannya karena tidak berhasil mengidentifikasi potensi permasalahan ketenagakerjaan atas ratusan karyawan di perusahaan tersebut. Alhasil, perusahaan harus memberikan uang ganti rugi dalam jumlah yang besar. Sebuah hal yang bisa saja tidak perlu terjadi orang yang bersangkutan bisa mengidentifikasi setiap potensi masalah setiap kali ia memiliki keraguan terhadap isu hukum ketenagakerjaan sekecil apapun.

Tentu saja, sebagai seorang HR yang antusias, dia tidak ingin hal yang sama terjadi.

Well, waktu itu saya menyebut bahwa Saya ingin menjadi a good HR performer. That s all I care about. Tapi, semakin kesini, Saya semakin sadar bahwa kalau orang yang Saya gantikan mengalami permasalahan ketenagakerjaan yang bisa saja tak perlu terjadi seandaiya ia bisa mengidentifikasi potensi permasalahan sebelumya, bukan tidak mungkin hal tersebut juga terjadi pada diri Saya”, tutur Andi waktu itu sambil menyicip kopinya yang mulai dingin.

Sebagai HR, tentu Andi harus berada pada frekuensi yang sama dengan visi jelas sang pemilik perusahaan.

Empatinya berkatanya:

Saya gak perduli alasan alasannya. Jadi di manapun Anda berada Anda harus menjadi team player yang bagus, supaya performance timnya bagus, dan juga performance Anda sendiri bagus. It is as simple as that”, gumam Andi pada suatu kesempatan mirroring, seolah Direksi sendiri yang berkata kepadanya.

Ada banyak sekali artikel atau buku tentang bagaimana menjadi leader yang baik. Andi termasuk orang yang rajin belajar dan berimprovisasi untuk menjadi team player yang baik. Andi pun mulai membuat summary atas apa yang sudah dipelajarinya.


  1. Play your strength
    Strength Anda adalah modal dan kontribusi anda kepada team. Semakin bagus anda dalam suatu hal tentunya semakin bernanfaat bagi team. Dan semakin bagus performance tim tersebut.
  2. Jujurlah dengan kekurangan anda
    Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Justru itulah alasan anda untuk join tim tersebut. Anda berkontribusi dengan kelebihan anda. Dan anda akan berinteraksi dengan mereka untuk memperbaiki kekurangan anda dan belajar dari mereka. Kalau anda sudah menguasai semua yang diperlukan dalam pekerjaan itu, anda akan bosan dan setelah beberapa lama ingin mendapatkan challenge atau job yang lain.
  3. Communicate clearly
    Berkomunikasilah dengan baik dan juga transparanlah dengan tim anda. Bicarakan secara terbuka, apa yang anda bisa lakukan, challenge apa yang anda hadapi, bantuan apa yang anda bisa berikan dan bantuan apa yang anda harapkan dari yang lain.
  4. Clarify role and responsibility
    Kadang kadang kita ingin juga mengerjakan semuanya sendirian biar cepat. Padahal mungkin itu bukan responsibility kita. Harus jelas role and responsibility-nya dan kemudian tetap bekerja dalam scope tersebut. Kalau dalam satu step ada hambatan dari member yang lain tanyakan mengapa dan apa yang bisa dibantu.
  5. Celebrate together
    Ingat bahwa pada akhirnya ini adalah hasil kerja bersama sebuah team. Jangan pernah beranggapan bahwa itu adalah performance individual Anda. Jangan pernah mengambil kredit untuk anda sendiri. Anda bisa melakukan celebration pada saat menyelesaikan satu atau dua tahap saja. Celebrating quick wins akan membantu memotivasi tim anda.

Andi membaca kembali summary yang sudah dia tulis.

Dalam benaknya muncul pertanyaan: “Apakah benar HR yang sebelumnya ia gantikan tidak memahami prinsip-prinsip ini?”

Dalam hati kecilnya, Andi cukup yakin bahwa sebagai HR umumnya mereka memahami hal-hal dasar seperti itu, baik orang yang dia gantikan maupun rekan-rekan HR-nya yang lain di perusahaan-perusahaan lain. Lalu, mengapa orang yang dia gantikan masih menghadapi masalah ketenagakerjaan?

Jawabannya cukup jelas. Seperti berkata kepada dirinya sendiri, Andi mengakui terutama pada poin dua (2), ia memerlukan “anggota team” yang benar-benar bisa membantunya bahkan ketika dia sendiri belum bisa mengidentifikasi keraguan yang dialaminya adalah potensi masalah hukum ketenagakerjaan atau tidak.

Masalah hukum ketenakerjaan ini adalah domain yang berbeda dengan job desk-nya yang lebih banyak pada pencapaian KPI ratusan karyawan yang dibawahinya. “Anggota team” yang dia maksud mestinya adalah orang atau pihak luar yang bisa melihat permasalahan secara lebih jernih dan obyektif.

Bahkan, redaksi sebuah frasa dalam kontrak kerja yang dia susun bersama rekannya di bagian Legal perusahaan mesti dia kuasai benar-benar kaitannya dengan berbagai aspek hukum ketenagakerjaan yang berlaku, lalu apa konsekuensi logis yang bisa ditimbulkannya berkaitan dengan hak dan kewajiban seorang karyawan.

Andi sampai pada konklusi bahwa “anggota team” lain itu, pihak luar itu, mestinya ialah orang yang benar-benar menguasai masalah hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Jika perlu, ia tidak harus merekrut “anggota team” itu, tidak perlu karena akan tampak mubazir ketika dia harus mempresentasikan laporan kinerjaya di hadapan jajaran direksi; Andi hanya membutuhkan konsultasi yang efisien.

Lewat aplikasi chatting, mungkin.

Comments are closed.