Mogok Kerja

 

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian mogok kerja sebagai tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Selain Undang-Undang No. 13 tahun 2003 mogok kerja juga berkaitan erat dengan peraturan perundang-undangan terkait lainnya yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indutrial, Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tetang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Kepolisian Negara RI No. Pol 1 Tahun 2005 tentang Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI pada Pengegakan Hukum dan Ketertiban dalam Perselisihan Hubungan Industrial. Didalam melakukan aksi mogok berdasarkan ketentuan Undang-undang para pekerja/buruh tidak boleh melakukan pelanggaran ketertiban umum, yaitu tidak boleh membahayakan keselamatan jiwa dan harta benda perusahaan, masyarakat dan fasilitas umum.

 

Mogok kerja berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini juga dinyatakan sebagai hak dasar pekerja yang harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137 ketentuan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 2 Kepmen 232 tahun 2003 tentang akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah). Berdasarkan pengertian tersebut maka mogok kerja mengandung 3 (tiga) unsur yaitu :

  1. Tindakan buruh yang direncanakan;
  2. Dilaksanakan bersama-sama yang artinya bukan dilakukan oleh perseorangan;
  3. Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.

Dalam melakukan mogok kerja para pekerja/buruh wajib memperhatikan beberapa hal yang diatur oleh-Undang-undang agar aksi mogok yang dilakukan sah secara hukum, salah satunya adalah dengan memberitahukan kepada pengusaha dan pihak yang berwenang yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan apa bila mogok tersebut dilakukan diluar lingkungan pabrik para pekerja/buruh wajib memberitahukan kepada pihak yang berwajib atas pelaksaan mogok tersebut.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur mogok kerja secara jelas sebagai berikut :

  1. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja / buruh dan serikat pekerja / serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  2. Yang dimaksud dengan gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu (Penjelasan Pasal 137 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
  3. Yang dimaksud dengan tertib dan damai adalah tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat (Penjelasan Pasal 137 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  4. Pekerja / buruh dan/atau serikat pekerja / serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja / buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum. (Pasal 138 (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  5. Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja / buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain (Pasal 139 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengatur tata cara pekerja/buruh dalam melakukan mogok kerja, tata cara tersebut adalah :

  1. Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja / buruh dan serikat pekerja / serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat yang memuat antara lain :
  2. Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
  3. Tempat mogok kerja
  4. Alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja
  5. Tanda tangan ketua dan sekretaris dan / atau masing – masing ketua dan sekretaris serikat pekerja / serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. (Pasal 140 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  6. Menyampaikan pemberitahuan kepada kepolisian serendah-rendahnya tingkat Polsek dimana kegiatan akan dilakukan dan pemberitahuan tersebut sudah harus diterima Kepolisian paling lambat 3 x 24 jam sebelum kegiatan dilakukan jika aksi tersebut dilaksanakan dengan pawai, atau menggunakan fasilitas umum.
  7. Tempat mogok kerja adalah tempat-tempat yang ditentukan oleh penanggung jawab pemogokan yang tidak menghalangi pekerja / buruh lain untuk bekerja. (Penjelasan Pasal 140 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa mogok kerja yang merupakan hak dasar para pekerja/ buruh Undang-Undang secara tegas menyatakan siapapun tidak dapat menghalang-halangi, melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja / buruh dan serikat pekerja / serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara & persyaratan tersebut diatas, maka pengusaha dilarang:

  1. mengganti pekerja / buruh yang mogok kerja dengan pekerja / buruh dalam bentuk lain dari luar perusahaan; atau
  2. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/ buruh dan pengurus serikat pekerja / serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja (Pasal 143 (1) (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Dalam hal pekerja/ buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja / buruh berhak mendapatkan upah. Dengan dilakukannya mogok kerja yang sah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka para pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja mendapatkan perlindungan hukum oleh Undang-undang.

Comments are closed.